Selasa tanggal 10 desember 2019 ketika saya ditugaskan untuk mengikuti kegiatan Ekpose Kegiatan Kompetensi dan Profesionalisme Guru Madrasah 2019 yang diselenggarakan oleh Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Madrasah, Kementerian Agama RI. Setelah kegiatan tersebut dibuka oleh Wakil Menteri Agama RI, kemudian dilanjutkan dengan Talk Show yang menghadirkan beberapa narasumber dari mulai pejabat Kemenag RI yang diwakili oleh Direktur GTK, perwakilan Kementerian Bappenas yang diwakili oleh Direktur Bidang Pendidikan, perwakilan dari Dinas Pendidikan Lombok Utara, dan satu Ibu Guru separuh baya yang diundang dari Madrasah di pedalaman Aceh tengah yang sangat jauh dari kota. Ibu guru tersebut bernama Sulastri ternyata adalah satu dari tiga guru Madrasah inspiratif tahun 2019. Dan yang membuat saya mulai meneteskan air mata di kegiatan tersebut adalah saat MC menyampaikan permohonan maaf bahwa dua orang guru madrasah inspiratif yang diundang pada hari itu ternyata masih belum sampai dan masih dalam perjalanan, yang harusnya sudah sampai sebelum acara tersebut. Guru inspiratif yang kedua masih dalam perjalanan dari daerah Sulawesi yang terkendala dengan cuaca yang masih berjuang di tengah lautan dalam perjalanan dengan kapal. Dalam benak saya, sempat merenung kenapa kita yang berada di kota besar dengan rutinitas kita selalu mengeluh dengan kendala macet, ternyata di luar sana masih banyak orang yang berjuang mencoba melewati kerasnya alam dan cuaca yang mungkin taruhannya adalah nyawa. semoga kita selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki dan apa yang kita lakukan kita saat ini.
Perhatian kembali kepada Ibu Sulastri yang mulai menyampaikan kisah beliau tentang pengalamannya sebagai guru Madrasah dan sekarang mendapat penghargaan sebagai guru madrasah yang sangat inspiratif. Padahal dari sekian ratusan ribu guru madrasah di seluruh Indonesia, kenapa harus Ibu Sulastri yang terpilih yang baru mulai mengajar di tahun 2012, kenapa tidak dari Guru Madrasah yang sudah berpuluh-puluh tahun yang sudah mendedikasikan mungkin hampir separuh hidupnya di Madarasah. lalu kenapa harus Ibu Sulastri? Rasa penasaran saya dan mungkin banyak peserta yang berasal dari kalanagn guru dan pendidik saat kegiatan tersebut mulai terjaawab dan mulai merasakan sekaligus terbawa ke dalam kisah Ibu Sulastri.
Ternyata, ada satu niat yang sangat mulia dari Ibu Sulastri ketika beliau akan memulai melayani masyarakat di daerah pedalaman Aceh tersebut dengan memulai mengajar anak-anak kecil yang belum bisa mengenyam pendidikan di daerah tersebut. Sehingga Ibu Sulatri dan Suami mulai mendirikan madrasah kecil yang seadanya sebagai tempat pendidikan anak-anak yang kesulitan mendapatkan pendidikan tersebut. Bahkan yang menjadi mata saya mulai meneteskan air mata yang tidak bisa saya tahan dan mungkin banyak juga peserta kegiatan tersebut yang sama dengan perasaan saya waktu itu, ketika Ibu Sulastri bercerita bahwa anak-anak yang Ibu Sulastri ajarkan pendidikan tidak hanya anak-anak pedalaman Aceh tetapi juga ada juga anak-anak pengungsi Gunung Sinabung yang berbeda-beda agama, padahal madrasah identik dengan sekolah muslim. Disinilah pelajaran yang sangat berharga bahwa beliau sudah mengajarkan kita tentang sikap inklusiv terhadap sesama. Hal tersebut mungkin menjadi salah satu inpirasi kita semua bahwa kemanusiaan adalah prioritas yang utama. Tidak henti sampai disitu uraian air mata hadirin, ketika Ibu Sulatri dengan niat yang mulianya itu mengatakan bahwa dia setiap hari harus berangkat dengan menggunakan kendaraan pulang pergi ke daerah pedalaman tersebut dengan membawa anak-anaknya selama di perjalanan setiap harinya dengan jalan yang jauh dari layaknya jalan umum dan medan yang sangat tidak layak untuk dilewati, sampai mengatakan bahwa anak-anak kandungnya hidup di perjalanan.
Sebetulnya, banyak kisah Ibu Sulastri yang sangat menginspirasi saya dan para hadirin, tetapi karena keterbatasan waktu juga yang menghentikan kisah inspiratif beliau selama mendidik anak-anak didiknya. Akhirnya, saya dan para hadirin peserta kegiatan tersebut mulai terbuka pinta kegelisahan dan penasaran kenapa seorang Ibu Sulastri yang mendapatkan penghargaan salah satu Guru Madrasah Inspiratif 2019, Kementerian Agama Republik Indonesia. Bagi saya, penghargaan saat hari itu hanya sedikit yang Ibu Sulastri peroleh yang tidak sebanding dengan niat mulia dan pengabdian beliau untuk pendidikan dan masa depan anak-anak Indonesia. Luar biasa sekali kebaikan dan hati mulai Ibu Sulastri, semoga kisah nyata beliau menjadi inspirasi dan starting point bagi guru-guru Madrasah/Sekolah untuk menjadi lebih baik lagi sebagai seorang pendidik yang terbaik untuk anak-anak didiknya.
Kisah yang penuh dedikasi. Semoga Ibu Sulastri diberkahi Allah dan dilancarkan rezeki dan segaal urusannya.
BalasHapusAamiin Yaa Rabb
BalasHapus